ARSITEKTUR PERMUKIMAN TRADISIONAL CINA DI KAWASAN PECINAN SEMARANG
OLEH: Prof. DR. Drs. Heddy Shri Ahimsa Putra, M. Phil
Jamilla Kautsary
ABSTRAK
Arsitektur permukiman tradisional Cia, dapat dikenali dengan beberapa parameter pokok. Parameter ini menurut beberapa kajian teori adalah struktur dan bentuk kota, jaringan jalan, lokasi dan posisi klenteng, tipe dan arsitektur bengunan, orientasi dan arah hadap, serta sistem simbol yang terkait dengan bentuk, fungsi dan warna. Dengan menggunakan metode deduktif kualitatif rasionalistik, parameter-parameter yang masih dapat ditemui di kawasan permukiman Pecinan Semarang adalah struktur jalan yang berbentuk grid, klenteng di ujung gang, dan rumah tipe courtyard dan ruko masih bisa si jumpai di kawasan ini, walaupun jika dicermati lebih dalam, beberapa pengaruh budaya moderen dan Jawa juga sudah mulai terasa. Dari sisi penerapan fengsui, walaupun masyarakat saat ini tidak mengerti mengapa dan kenapa, tetapi jika di telusur, konsep utara-selatan, peletakan benda penangkal hawa buruk baik berupa klenteng di ujung gang, patung sepasang singa, tulisan kaligrafi lilian tui, gambar patung penjaga pintu dan pewarnaan merupakan bebarapa contoh dari penerapan ilmu Feng Shui yang sampai saat ini masih mereka jalankan. Terkait sengan penerapan sistem simbol, tidak ada perbedaan dengan negeri asal, mengingan bahan dan pemahat langsung didatangkan dari Cina
I. PENDAHULUAN
Ruang dicipta atau tercipta dari pemikiran manusia. Penciptaan maksud ruang berdasarkan norma-norma dan nilai-nilai kebudayaan. Ruang merupakan aspek dari lingkungan yang sangat penting. Hal ini bukan sebuah konsep yang umum atau simpel. Ruang lebih dari sekedar ruang fisik 3 dimensional. Pada waktu dan konteks yang berbeda akan menghasilkan jenis ruang yang berbeda, dan hal ini merupakan isu desain yang penting (Rapoport, 1967).
Permukiman Pecinan Semarang, merupakan salah satu bentuk perwujudan dari norma dan nilai-nilai budaya kaum imigran Tionghoa yang mendarat di Semarang. Kawasan ini memiliki tatanan yang unik, sebagai perwujudan jiwa kaum ini. Banyak hal-hal yang unik yang dapat ditemui di kawasan ini. Hanya sangat disayangkan kebijakan Orde Baru telah banyak menghapus keunikan akan kawasan ini.
Selain itu tuntutan perkembangan aktivitas perekonomian juga semakin mendesak ruang-ruang tradisional yang didesain oleh masyarakat. Upaya revitalisasi kawasan juga lebih banyak menggunakan teori yang hanya didasarkan pada tradisi disain tingkat tinggi (hight-design traditions) dengan teori-teori yang menitik beratkan pada hasil pekerjaan perencana dan perancang kota yang lelah banyak mengabaikan lingkungan-lingkungan yang didesain oleh rakyat biasa atau tradisi populer masyarakat. Kondisi ini tentu menyebabkan makin kaburnya karekter budaya dan ruang tradisional pada permukiman Pecinan Semarang.
Studi ini dilakukan guna mengungkap sisi unik yang masih tertinggal terkait dengan arsitektur permukiman tradisional Cina di kawasan Pecinan Semarang. Melalui metode deskriptif rasionalistis dengan teknik analisis deskriptif empiri, diharapkan pemahaman akan arsitektur permukiman Tradisional Cina di Pecinan semarang dapat teridentifikasi kembali.
Secara sederhana proses penggunaan metode ini dalam studi di Budaya dan Permukiman Tradisional Cina adalah sebagai berikut:
Gambar 1.1. Diagram Metode Deduktif Rasionalistis
Sumber: Sudaryono (2006)
Melalui pendekatan di atas dan dari kajian teoritik yang dilakukan pada Bab II, maka analisis (verifikasi parameter) yang akan dilakukan dalam studi ini dapat dilihat pada tabel berikut:
Tabel III.1. Matrik Parameter Analisis
Teori |
Konsep |
Parameter |
Budaya dan Arsitektur Permukiman Tradisional Cina |
Permukiman Tradisional |
Struktur/Bentuk Kota |
Struktur Jaringan Jalan |
||
Lokasi dan Posisi Klenteng |
||
Tipe dan Arsitektur Bangunan: a. Courtyard garden b. Shophouse |
||
Ajaran Feng Shui |
Orientasi dan arah hadap |
|
Prinsip keseimbangan |
||
Sistem Simbol |
Bentuk |
|
Fungsi |
||
Warna |
Sumber: Diolah dari Sudaryono, 2006 dan beberapa Teori Asitektur Tradisional China
II. KAJIAN TEORI
2.1. Permukiman Tradisional Cina
2.1.1. Struktur Kota
Kota benteng telah ada di negeri Cina pada masa Dinasti Shang (sekitar 1660 S.C atau 100 A.C.). Sepanjang periode Zhdu Barat sampai periode Negara Perang (dari sekitar 1100 B.C. sampai 221 B.C.), sudah menjadi suatu tradisi kota besar dibangun berdasarkan atas kepentingan politis, militer, dan prinsip dan kebutuhan ekonomi, prinsip klasifikasi dan tingkatan telah dirumuskan pada bab Xangren, di catatan negara Kaogong ji juga membahas prinsip-prinsep perencanaan kota dan permasalahan dari klasifikasi dan hirarki kekotaan yang menjadi bahan pertimbangan pembangunan perkotaan pada masa berikutnya.
Di Negeri China pada jaman kuno, 4 kota kecil akan dibangun bersama-sama dengan sebuah kota besar atau kota ukuran sedang. Kantor pemerintah dan Istana akan ditempatkan di dalam kota yang lebih kecil yang disebut gonqcheng (palace-cas/kota istana), yacheng (government-city/kota pemerintahan),atau zicheng (kota kecil).
Setelah abad yang kedua sebelum masehi, kota yang ukurannya lebih kecil (lifang atau fang) kebanyakan diposisikan di dalam kota yang lebih besar, kadang-kadang diletakkan pada poros/pusat kota. Dari awal mula Negara Yang (475 B.C. – th 960) daerah permukiman pada umumnya dibagi menjadi area segi-empat yang dikelilingi oleh dinding benteng, dengan gerbang pada empat sisi yang bisa tertutup pada malam hari.
Dengan jalan berola grid, fang akan terbentuk dengan sendirinya di pusat kota dan pola kotak ini akan menampakkan keteraturan. Daerah Yang komersil di dalam kota besar disebut dengan shi dan didalamnya ada kota yang lebih kecil yang dikelilingi oleh dinding benteng dengan akses yang terbatas (pintu di buka pada jam tertentu). Kota besar dengan pola seperti disebut lifangzhi chengshi.
Pada masa Dinasti Song dari Utara (pertengahan abad ke sebelas), pertumbuhan ekonomi dan aktivitas masyarakat akhirnya menerobos gerbang pembatas dan batasan waktu. Dinding pasar dan bangsal diruntuhkan, sehingga jalan di perumahan bisa langsung berhubungan dengan jalan utama yang dipenuhi oleh aktivitas pertokoan. Kota besar macam ini disebut Jiexianqzhi chengshi (street-and-lane-system city)
Selain desain kota yang koheren, kota juga diatur oleh prinsip-prinsip perencanaan yang sederhana dengan menggunakan aturan organisasi sosial jaman kuno. Prinsip-prinsip ini diantaranya diwujudkan dalam konsep dinding tertutup/pagar keliling, orientasi utara selatan, jalan yang rectiliniear atau checkerboar (papan catur) dan rumah-rumah dengan halaman yang dikelilingi pagar/dinding (courtyard urban dwelling)(Nobert,1992).
2.1.1. Pola Jaringan Jalan Berbentuk Grid/Rectalinear dan Lansekap Kawasan
nice artikel
LikeLike
artkelnya bagus kelas berat ini ya?
LikeLike
artikelnya bagus dan sudah membantu saya menambah wawasan yg lebih luas,,,,,
LikeLike
artikelnya bagus…., yang lain mana????
LikeLike
di tambah lg donk bu artikel yang lain
LikeLike
makasih banget 🙂 keren banget artikelnya, sangat membantu untuk tugas besar Arsitektur saya 🙂
LikeLike